Respon Hewan Terhadap Lingkungan Abiotik dan Siklus Biogeokimia
ARTIKEL IIIEKOLOGI HEWAN“ Respon Hewan Terhadap Lingkungan Abiotik dan Siklus Biogeokimia ”
Nama : Syaiful Azhar
NIM : 0310182099
Kelas : Tbio -2
Respon hewan terhadap lingkungan abiotik, siklus biogeokimia yang terdapat dilingkungan serta habitat dan relung yang mempengaruhi kehidupan hewan
Respon terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan sehingga dengan adanya ciri ini organisme mampu untuk memberikan respon (tanggapan) terhadap berbagai factor lingkungan dan perubahan disekitarnya. Gerakan gerakan hewan dalam lingungannya tidak bersifat acak melainkan merupakan respon-respon terhadap bermacam-macam stimulus dalam lingkungannya itu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Siklus biogeokimia
Biogeokimia berasal dari 3 kata, yakni Biologi, Geologi, dan Kimia. Artinya siklus biogeokimia adalah proses peredaran unsur-unsur kimia dari lingkungan ke komponen biotik dan kembali lagi ke lingkungan, proses ini terjadi secara berulang-ulang dan tidak terbatas.
Secara umum terdapat 4 jenis siklus biogeokimia
1. Siklus Air
Siklus hidrologi merupakan siklus atau sirkulasi air yang berasal dari Bumi kemudian menuju ke atmosfer dan kembali lagi ke Bumi yang berlangsung secara terus menerus.Karena bentuknya memutar dan berlangsung secara terus-menerus inilah yang menyebabkan air seolah-olah tidak pernah habis.
Berdasarkan gambar di atas bisa kita lihat bahwa siklus air dimulai dari lautan, air di laut kemudian mengalami evaporasi. Evaporasi terjadi karena adanya sinar matahari yang memberikan energi panas, sehingga terjadi penguapan air laut (Evaporasi). Pada proses evaporasi terjadi perubahan bentuk air yang awalnya cair menjadi uap air, uap air ini lama-kelamaan akan berkondensasi membentuk awan. Kemudian awan tertiup ke daerah pegunungan, saat awan jenuh dengan uap air maka uap air akan diubah menjadi titik air kemudian menjadi hujan. Air hujan turun ke bumi, kemudian air hujan mengalir di permukaan tanah yang selanjutnya air hujan akan mengalir ke laut dan terjadi kembali proses evaporasi, begitu seterusnya.
2. Siklus Karbon/Oksigen
Siklus karbon adalah sirkulasi dan transformasi karbon bolak-balik antara makhluk hidup dan lingkungan.Selama siklus karbon, hewan dan tumbuhan menambahkan karbon dioksida ke atmosfer melalui respirasi sel, dan tanaman menghilangkan karbon dioksida melalui fotosintesis.
Karbon berasal dari proses pembakaran (aktivitas manusia), dari pernapasan seluler, dan dari peristiwa penguraian atau pembusukan. CO2 berkumpul di atmosfer, yang kemudian akan ditangkap atau diserap oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis (fiksasi CO2). Hasil dari proses fotosintesis yakni glukosa, di mana glukosa ini dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh manusia atau pun hewan (herbivora).
3. Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen adalah proses di mana nitrogen dari atmosfer diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman dan hewan. Bahwa sumber nitrogen ada di udara (Atmosfer) dalam bentuk N2. Pertama N2 yang ada di atmosfer akan difiksasi nitrogen oleh bakteri yang ada di akar, contohnya bakteri akar yang ada pada tanaman kacang-kacangan. Kedua, oksigen yang ada di atmosfer akan diambil oleh bakteri fiksasi nitrogen untuk melakukan proses amonifikasi, yakni perubahan N2 menjadi NH4.
4. Siklus Fosfor
Siklus fosfor dapat didefinisikan sebagai siklus biogeokimia yang memberikan gambaran tentang pergerakan fosfor dengan bidang ekosistem melalui litosfer dan hidrosfer termasuk juga biosfer.Bahwa sumber fosfor alami adalah batu, kemudian batuan mengalami pelapukan dan berubah menjadi tanah, sehingga kandungan fosfatnya ada di tanah.Kemudian fosfat diserap oleh tanaman, dan tanaman dikonsumsi hewan sehingga fosfatnya berpindah ke hewan. Dan hasil sekresi zat sisa berupa fosfat, zat sisanya ini kemudian kembali ke dalam tanah yang nantinya akan terbawa ke laut. Selanjutnya akan mengalami pembatuan atau terjadi proses sedimentasi di laut, lama-kelamaan batuannya terangkat menjadi batuan yang ada di bumi yang nantinya akan mengalami pelapukan kembali.
Habitat
Habitat ( bahasa Latin untuk "it inhabits") atau tempat tinggal makhluk hidup merupakan unit geografi yang secara efektif mendukung keberlangsungan hidup dan reproduksi suatu spesies atau individu suatu spesies. Di dalam habitat tersebut, makhluk hidup lainnya serta faktor-faktor abiotik yang satu dengan lainnya saling berinteraksi secara kompleks membentuk satu kesatuan yang disebut habitat di atas. Organisme lainnya antara lain individu lain dari spesies yang sama, atau populasi lainnya yang bisa terdiri dari virus, bakteri, jamur, protozoa, tumbuhan, dan hewan lain. Faktor abiotik suatu habitat meliputi makhluk/benda mati seperti air, tanah, udara, maupun faktor kimia fisik seperti temperatur, kelembaban kualitas udara, serta aspek geometris bentuk lahan yang memudahkanhewan untuk mencari makan, istirahat, bertelur, kawin, memelihara anak, hidup bersosial, dan aktivitas lainnya.
Terdapat istilah lainnya yaitu mikrohabitat yang sering digunakan untuk mendeskripsikan area geografis yang lebih kecil atau keperluan dalam skala kecil oleh organisme atau populasi.Mikrohabitat sering juga diartikan sebagai habitat yang lebih kecil atau bagian dari habitat besar.Sebagai contoh, pohon tumbang di hutan dapat menyediakan mikrohabitat bagi serangga yang tidak ditemukan di habitat hutan lainnya di luar pohon yang tumbang tersebut.Lingkungan mikro merupakan segala sesuatu di sekitar organisme baik faktor kimia fisik maupun organisme lainnya di dalam habitatnya.
Lebih jauh, istilah habitat juga digunakan untuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan lingkungan makhluk hidup, antara lain:
• Seleksi habitat: proses atau perilaku individu organisme untuk memilih suatu habitat yang ditempati untuk hidupnya.
• Ketersediaan habitat: aksesibilitas dari area potensial suatu organisme untuk menemukan lokasi yang sesuai bagi kelangsungan hidup dan reproduksi organisme.
• Kerusakan habitat: hilangnya atau terdegradasinya area alami untuk hidup suatu individu atau populasi suatu organisme.
• Fragmentasi habitat: suatu perubahan habitat yang menghasilkan pemisahan secara spasial area habitat dari sebelumnya yang merupakan satu kesatuan menjadi beberapa area yang lebih sempit.
Selain habitat, istilah lainnya yang sering membingungkan ialah niche (relung ekologi).Istilah ini sering diartikan sebagai kedudukan fungsional suatu populasi dalam habitatnya atau menunjukkan kedudukan pada parameter multidimensi atau peran dalam ekosistemnya.Sebagai contohnya relung ekologi termal untuk spesies yang memiliki keterbatasan hidup pada suhu tertentu; atau kedudukan suatu spesies sesuai dengan rantai makanan (piramida makanan). Karena tidak ada organisme yang hidup secara absolut pada satu faktor tertentu, maka istilah rentang atau kisaran (range) lebih sering digunakan, misalnya hewan spesies A hidup pada rentang suhu 10-25o C.
Respon hewan terhadap perubahan faktor lingkungan dianggap sebagai strategi hewan untuk beradaptasi dan untuk kelangsungan hidupnya. Setiap hewan akan menunjukkan strategi adaptasinya yang merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup mereka. Lingkungan berperan sebagai kekuatan untuk menyeleksi bagi populasi yang hidup di dalamnya. Hanya populasi yang mampu beradaptasi, baik adaptasi morfolofi, fisiologi, maupun perilaku, akan lestari; sedangkan yang tidak mampu beradaptasi harus pindah ke lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya atau jika tidak pindah, mereka akan mati. Faktor-faktor lingkungan yang membatasi hidup organisme selanjutnya disebut sebagai faktor pembatas, seperti suhu lingkungan, kadar garam, kelembaban, dan sebagainya. Berdasarkan pengaruhnya terhadap kehidupan organisme, faktor pembatas memiliki rentang, nilai minimum, nilai maksimum, dan rentang optimum. Nilai minimum ialah nilai terendah suatu organisme dapat hidup, di bawah nilai tersebut organisme akan mati. Nilai maksimum ialah nilai tertinggi suatu faktor pembatas, di atas nilai tersebut, organisme akan mati. Rentang optimum ialah rentang suatu nilai faktor pembatas dimana organisme dapat hidup secara optimal dalam arti semua proses fisiologi tubuhnya berjalan secara optimal sehingga organisme dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Kendeigh (1969) menglasifikasikan respon menjadi 5 macam, yaitu: semu (masking), letal (lethal), berarah (directive), pengontrolan (controlling), dan defisien (deficient).
Semu (masking): modifikasi pengaruh suatu faktor oleh faktor lainnya. Sebagai contoh RH (relatif humidity atau kelembaban relatif) yang rendah meningkatkan laju evaporasi permukaan tubuh, sehingga hewan berdarah panas mampu bertahan pada iklim yang sangat hangat.
Letal (lethal): faktor lingkungan menyebabkan kematian, seperti misalnya suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Berarah (directive): faktor lingkungan menyebabkan orientasi tertentu, misalnya burung-burung di kutub utara bermigrasi ke arah selatan pada saat musim dingin dan kembali ke utara pada saat musim semi atau panas untuk berbiak.
Pengontrolan (controlling): faktor tertentu dapat mempengaruhi laju suatu proses fisiologi tanpa masuk ke reaksi. Sebagai contoh, suhu lingkungan dapat berpengaruh besar terhadap metabolisme, sekresi, dan lokomosi hewan.
Defisien (deficient): defisiensi suatu faktor lingkungan pada habitat tertentu dapat mempengaruhi aktivitas atau metabolisme hewan. Sebagai contohnya jika oksigen ada atau tidak ada pada tekanan rendah akan membatasi aktivitas hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari. 2001. Kimia Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Jakarta
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI-PRESS
Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi
Kuncoro. 2007. Pola dan Tipe Dasar Siklus Biogeokimia. Jakarta: Erlangga
Komentar
Posting Komentar